Golekinfo|DEMAK – Suasana Aula Dinas Sosial P2PA Kabupaten Demak pada awal September itu tampak berbeda. Kursi-kursi dipenuhi para penyandang disabilitas; ada yang datang dengan kursi roda, ada yang didampingi keluarganya, ada pula yang menunggu dengan gelisah. Mereka bukan sedang mengantre bantuan, melainkan menjalani perekaman KTP—dokumen sederhana yang menjadi syarat untuk bisa ikut bersuara dalam Pemilu 2025.
Selama dua hari, 2–3 September 2025, pemerintah daerah bersama sejumlah komunitas bergerak cepat. Di hari pertama, 70 penyandang disabilitas dari berbagai kategori—fisik, netra, rungu wicara, intelektual hingga mental—direkam data kependudukannya. Sehari setelahnya, giliran 35 penghuni Panti Rehabilitasi Sosial ODGJ Maunatul Mubarok di Desa Sayung yang difoto, direkam sidik jarinya, dan dicatat resmi dalam sistem kependudukan.
“Identitas kependudukan itu pintu masuk. Dengan KTP, mereka bisa masuk daftar pemilih tetap dan berhak atas program sosial,” kata Sugeng Widodo, Ketua Perkumpulan Bina Akses Jateng, yang menjadi koordinator kegiatan ini, Kamis (4/9).
Bagi Sugeng dan komunitasnya, perekaman ini lebih dari sekadar administrasi. Ia adalah simbol pengakuan negara terhadap mereka yang kerap berada di pinggiran kehidupan sosial. “Bahkan data ODGJ bisa jadi dasar untuk membantu keluarga yang kehilangan sanak saudaranya. KTP bukan sekadar kartu, tapi bukti keberadaan,” ujarnya.
Pengalaman pada Pemilu 2024 masih membekas. Banyak petugas TPS kala itu bingung melayani pemilih disabilitas. Ada yang canggung, ada yang salah prosedur. Meski begitu, partisipasi kelompok ini meningkat berkat kerja keras komunitas disabilitas di berbagai daerah.
Kali ini, perekaman dilakukan dengan melibatkan banyak pihak: Dinas Dukcapil, Dinas Sosial, Pusat Pemilu Akses Disabilitas, serta komunitas penyandang disabilitas di Demak. Kerja kolaboratif ini menegaskan bahwa demokrasi bukan hanya urusan mayoritas, tetapi juga mereka yang kerap terpinggirkan.
Sugeng berharap, Pemilu 2025 bisa benar-benar menghadirkan ruang setara. TPS harus ramah bagi semua, termasuk mereka yang menggunakan kursi roda, tunanetra, atau penyandang disabilitas mental. “Kami ingin semua TPS inklusif. Tidak ada lagi pemilih yang dipandang berbeda hanya karena kondisinya,” katanya.
Dari aula kecil di Demak itu, lahir pesan besar: bahwa demokrasi sejati bukan hanya tentang menghitung suara, tetapi juga menghargai keberadaan setiap warga negara, termasuk yang paling sunyi sekalipun.
Posting Komentar untuk "Perekaman KTP Disabilitas dan ODGJ di Demak"