zmedia

Sindhu Laras Bocah, Menjaga Nilai Jawa di Tengah Arus Zaman

 


Golekinfo.com | Semarang — Di tengah gempuran budaya global dan percepatan teknologi digital, upaya merawat kebudayaan lokal menemukan momentumnya dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-4 Sindhu Laras Bocah, Sabtu malam. Acara ini dihadiri Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen dan Wakil Wali Kota Semarang Ir. H. Iswar Aminuddin, MT, serta diwarnai pertunjukan pedalangan dan karawitan yang melibatkan anak-anak.

Sindhu Laras Bocah, bersama Teater Lingkar Semarang, bukan sekadar kelompok seni. Ia menjadi ruang belajar alternatif bagi generasi muda untuk memahami nilai kehidupan melalui kebudayaan Jawa. Di balik gerakan ini, berdiri Sindhunata Gesit Widiarto, dalang sekaligus Ketua Teater Lingkar Semarang, yang konsisten menjadikan seni tradisi sebagai media pendidikan karakter.

Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen menilai pelestarian budaya harus dimulai sejak usia dini, bukan sebagai simbol, melainkan sebagai praktik hidup.




“Budaya itu bukan hanya soal pertunjukan. Di dalamnya ada nilai moral, etika sosial, dan spiritualitas. Pedalangan dan karawitan mengajarkan manusia untuk memahami peran, tanggung jawab, dan kebijaksanaan,” kata Taj Yasin.

Ia menekankan bahwa modernisasi tidak seharusnya menyingkirkan budaya lokal.

“Teknologi tidak boleh mengalahkan manusia. Justru dengan budaya, manusia punya pegangan nilai. Budaya Jawa bahkan bisa dikenal secara internasional jika kita rawat dengan kesadaran dan inovasi,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Wakil Wali Kota Semarang Iswar Aminuddin. Menurutnya, kegiatan kebudayaan seperti Sindhu Laras Bocah memiliki peran strategis dalam membentuk karakter generasi muda di perkotaan.

“Ini pendidikan karakter yang nyata. Anak-anak belajar menjadi makhluk sosial, belajar empati, disiplin, dan kebersamaan. Budaya menjadi sarana pembentukan akhlak, bukan sekadar hiburan,” ujar Iswar.

Ia menambahkan, kebudayaan memiliki fungsi sosial sebagai pemersatu di tengah masyarakat yang beragam.

Sementara itu, Sindhunata Gesit Widiarto menegaskan bahwa seni tradisi tidak pernah kehilangan relevansinya. Yang berubah hanyalah cara manusia memaknainya.

“Wayang dan teater adalah cermin kehidupan. Di sana ada konflik, pilihan moral, dan konsekuensi. Anak-anak perlu memahami bahwa seni bukan hanya ditampilkan, tetapi dipelajari sebagai laku hidup,” kata Sindhunata.


Menurutnya, nguri-uri budaya adalah ikhtiar menjaga kemanusiaan di tengah dunia yang semakin mekanis.

“Kalau manusia hanya dikejar teknologi tanpa nilai, kita kehilangan arah. Budaya memberi keseimbangan. Dari Semarang, kami ingin kebudayaan Jawa tetap hidup, berkembang, dan berbicara ke dunia,” ujarnya.

Peringatan empat tahun Sindhu Laras Bocah menjadi penanda bahwa pelestarian budaya tidak selalu lahir dari institusi besar. Ia tumbuh dari ruang-ruang kecil, dari panggung anak-anak, dan dari kesadaran bahwa masa depan tidak hanya dibangun dengan teknologi, tetapi juga dengan nilai

Posting Komentar untuk "Sindhu Laras Bocah, Menjaga Nilai Jawa di Tengah Arus Zaman"