zmedia

Bandara Ahmad Yani dan Pintu Dunia yang Kembali Terbuka

 

Golekinfo|Semarang – Pagi itu, Jumat (5/9/2025), suasana Bandara Jenderal Ahmad Yani terasa berbeda. Senyum-senyum mengembang, kamera ponsel sibuk merekam, dan riuh tepuk tangan terdengar ketika pesawat AirAsia QZ rute Semarang–Kuala Lumpur bersiap lepas landas. Setelah lima tahun tertutup pandemi, pintu dunia dari Semarang akhirnya kembali terbuka.

Budi Nugroho, warga Semarang, datang bersama istri dan dua anaknya. Matanya berbinar saat menceritakan rencana liburannya. “Biasanya kalau mau ke luar negeri harus ke Jakarta dulu. Sekarang lebih mudah. Ini bagus sekali,” ucapnya, sambil menuntun anak bungsunya menuju ruang tunggu internasional.

Wajah Antusias Penumpang

Tak hanya keluarga Budi. Tiga sahabat asal Semarang—Vina, Riyan, dan Tika—bahkan sudah merencanakan liburan sejak informasi penerbangan diumumkan di Instagram. “Sudah lama kami menunggu. Sejak pandemi, seperti pintu dunia tertutup. Kini akhirnya terbuka lagi. Terima kasih Pak Luthfi,” kata Vina, merujuk pada Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi yang mendorong lahirnya kembali rute internasional.

Suasana antusias juga dirasakan wisatawan asing. Guilian, turis asal Barcelona, yang sudah sepuluh hari menjelajah Jawa Tengah, tampak sumringah. “Bandara internasional ini penting bagi turis. Kami bisa berpindah destinasi lebih cepat,” katanya. Karimunjawa, Borobudur, hingga pegunungan Dieng telah ia nikmati. “Kalian beruntung hidup di negeri tropis dengan gunung dan laut yang indah,” ujarnya lirih.

Jejak Sejarah Bandara

Bandara Jenderal Ahmad Yani bukan nama baru dalam dunia penerbangan Indonesia. Awalnya merupakan pangkalan militer, bandara ini resmi melayani penerbangan sipil pada 1966. Perlahan statusnya meningkat, hingga pada 2000-an, Semarang sempat terhubung langsung dengan Singapura dan Kuala Lumpur.

Namun, pandemi Covid-19 memutus jejak panjang itu. Status internasional dicabut, membuat bandara kembali seperti bandara lokal. Denyut ekonomi ikut melambat. UMKM yang bergantung pada wisatawan asing kehilangan pasar. Hotel-hotel di Semarang dan sekitarnya sempat lengang.

Kini, melalui Keputusan Menteri Perhubungan No KM 37 Tahun 2025, status internasional dikembalikan. “Bandara ini adalah jendela Jawa Tengah ke dunia. Ia harus hidup, karena denyut ekonomi ada di dalamnya,” tegas Gubernur Ahmad Luthfi.

Makna Ekonomi dan Pariwisata

Data Disporapar Jawa Tengah mencatat, sebelum pandemi, wisatawan mancanegara yang masuk melalui Ahmad Yani mencapai 120 ribu orang per tahun. Angka itu menyumbang miliaran rupiah bagi ekonomi daerah—dari hotel, restoran, transportasi, hingga kerajinan tangan.

Kini, pemerintah menargetkan minimal 150 ribu turis asing dalam dua tahun ke depan dengan dibukanya kembali rute internasional. “Jika rata-rata satu turis membelanjakan Rp10 juta selama tinggal, bayangkan efek gandanya bagi UMKM kita,” kata seorang pejabat Disporapar.

Bagi pengusaha batik di Pekalongan, produsen ukiran Jepara, hingga petani kopi Temanggung, jalur ini adalah harapan baru. Produk mereka bisa lebih cepat masuk pasar ASEAN tanpa harus transit di Jakarta atau Surabaya.

Sebuah Harapan Baru

Di balik semua angka dan kebijakan, penerbangan internasional ini sejatinya tentang rasa percaya diri sebuah daerah. Bahwa Jawa Tengah tak lagi harus menumpang bandara kota lain untuk terhubung dengan dunia.

Bagi Budi Nugroho, kepraktisan itu berarti waktu lebih banyak bersama keluarga. Bagi Guilian, turis Barcelona, itu berarti kemudahan menjelajahi Indonesia. Bagi pemerintah daerah, itu berarti denyut ekonomi yang kembali hidup.

Sore hari, ketika pesawat AirAsia itu mengudara menuju Kuala Lumpur, lampu-lampu landasan Ahmad Yani berkelip terang. Dari balik jendela ruang tunggu, penumpang yang menanti penerbangan berikutnya menyaksikan sebuah simbol: Semarang dan Jawa Tengah kembali membuka diri, melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.

Posting Komentar untuk "Bandara Ahmad Yani dan Pintu Dunia yang Kembali Terbuka"